Baca yang pelan, ikuti gaya bicara Ust Hasan ketika
beliau berpidato, terasa enak dibaca. selamat membaca ya…
Manusia
ingat dunia lupa akherat adalah sumber bencana, manusia berusaha tanpa
berdoa adalah bencana, manusia berdoa tanpa berusaha adalah bencana.
Yang di atas tidak merasa kalau di atas, tidak mau bertanggungjawab atas
amanatnya. Yang di bawah juga tidak mau tahu kapan taat dan kapan tidak
taat. Disinilah sumber bencana “Karena adanya kekosongan, al ajwaf-jawfa’, keropos, memikirkan materi ndak memikirkan moral, orang memikirkan moral tidak memikirkan materi, akhirnya kekosongan”.
Alam rusak karena manusia, manusia tidak menempatkan dirinya sebagai
makhluk yang akan memimpin alam. Nabi kita, Nabi kita itu rahmatan lil’alamin, wa maa arsalnaaka illaa rahmatan lil’aalamiin, wa nunazzilu minal Qur’ani maa huwa syifaa’un wa rahmatun. Rahmah, untuk supaya kerahmatanlil’alaminnya Nabi kita Muhammad, untuk menjadi fungsinya al Qur’an sebagai syifa’ dan rahmah perlu hidayah, dan Islam itu lah yang namanya hidayah.
Bagaimana alam di sekitar ini tetap
abadi, tetap terjaga, tetap bermanfaat?. Semua itu untuk manusia, di
dalam beribadah kepada Allah, “Lakum”. Di dalam al Qur’an itu “khalaqo lakum maa fissamaawaati wal ardh” “ja’ala lakumul ardho”, lakum, “alladzii ja’ala lakumul ardho firoosyan wassamaa_a binaa_an”, lakum. Kamu kalau bertanya “hai kebo, hai wedus, hai kadal, kodok, kamu diciptakan untuk apa?”. Mereka akan menjawab “untukmu wahai manusia”. Bertanya kepada nyamuk “Kamu nyamuk diciptakan di dunia untuk apa?”. Mereka akan menjawab“untukmu manusia”. Apalagi tumbuh-tumbuhan, untukmu. Tetapi manusia diciptakan “liya’buduni” untuk menyembah Allah.
Sumber bencana karena apa? “Karena
meninggalkan fungsi”. Jadi, mengapa terjadi bencana disana-sini? “Karena
adanya kehilangan atau perpindahan atau kerusakan fungsi”. Manusia
cape’ jadi manusia, binatang pengen jadi manusia juga nggak bisa,
laki-laki bosan jadi laki-laki, perempuan juga bosan jadi perempuan,
payah. Monyet-monyet itu sekarang itu pada protes, karena
apa? Karena manusia ganti nama, kalau jadi pacaran mereka cinta monyet.
Marah mereka, mbok cinta manusia kenapa cintanya koq cinta monyet?.
Kebo itu juga marah, hehehe, teruskan
sendiri. Mereka pengen ganti nama, karena apa? Karena namanya sudah
dikorup oleh manusia, dicopet oleh manusia, kenapa nama saya dipake?
Mbok cintanya “cinta kirik (anak anjing)” gitu, koq nama saya yang
dipake?. Kebo, kerbau juga marah, itu di atap kita ada cicak, mbok
namanya “kumpul cicak” kenapa nggak itu?, kumpul tanpa akad nikah itu.
Marah, kecewa mereka.
Laki-laki bosan jadi laki-laki, pakai
giwang, pakai anting-anting, pakai kalung, tinggal kasih lonceng aja
itu. Perempuan capeee’ jadi perempuan, pengen jadi laki-laki. Cape’
bosan jadi perempuan, ulah tingkahnya itu, hehehe, teruskan sendiri.
Gajah cape, di Lampung itu gajah pakai jilbab, warnanya hijau, dihiasi,
di atasnya itu ada makhluk ndak pakai baju, yang tertutup auratnya hanya
tinggal seperempat atau sepersepuluh dari badannya. Bingung, ini
manusianya mana binatangnya mana? Itu di Lampung, manusia cape
berpakaian. Betul? Ya Allah…
Sumber bencana, la hawla wa la quwwata illa billah.
Kita yang bertanggungjawab mengembalikan manusia kepada kemanusiaan
yang sempurna. Kamu jadi santri harus bisa macam-macam termasuk pramuka,
renang dan lain-lain. Kamu kalau ada berada di sungai di danau, naik
sampan, meskipun kamu pinter bahasa arab, pinter bahasa inggris,
matematika 9, fisikanya 9, tapi nggak bisa berenang, kalau terguling apa
yang terjadi? Hah? Bahasa arabmu itu ghoiru musta’mal ketika itu.“SOMBONGNYA MANUSIA KARENA BISANYA, LUPA BERAPA YANG TIDAK DIBISAI”. Itulah makanya, disinilah banyak kekosongan akhirnya banyak tidak beres, sumber bencana.
Kita jangan menyalahkan orang lain. Yang
harus disalahkan adalah diri kita sendiri. Sekarang di Indonesia,
terjadi bencana. Dulu waktu Tsunami di Aceh, apa komentar orang? “itu
gara-gara Aceh banyak maksiat, karena disana banyak bid’ah, banyak
khurofat, atau mau keluar dari Indonesia, akhirnya diterjang oleh
Tsunami”, yang ngomong itu kira-kira orang Jawa itu. Habis itu ganti Jawa Barat kena Tsunami, banjir lagi. Apa kata orang Jawa Tengah? “ooo,
itu gara-gara banyak maksiat, disitu banyak molimo, disitu banyak
syirik, banyak orang yang berbuat maksiat, makanya dapat adzab dari
Allah”, seakan-akan dia orang yang sholeh. Habis itu kena lagi, ganti Jogja yang kena gempa, apa kata orang lain? “wah
itu gara-gara banyak syirik, disana banyak bid’ah, banyak orang yang
maksiat, banyak orang yang kumpul kebo, pasti itu dapat adzab dari
Allah”, yang ngomong itu seakan-akan orang sholeh. Jalan lagi, Jawa Timur lumpur Lapindo. Apa katanya? “gara-gara maksiat”. Seakan-akan orang hanya tinggal menyalahkan orang lain, seakan-akan dirinya yang paling sholeh. Ini termasuk sumber bencana. Apa sumber bencana? “Karena merasa dirinya itu sholeh, seakan-akan dirinya itu paling takut, kemudian menyalahkan orang lain”.
Celakanya, waktu ada Tsunami itu ada selebriti atau artis yang ngomong “Ini peringatan dari tuhan supaya orang-orang jangan sombong, yang sombong itu adalah orang yang suka mengkritik artis-artis”. Padahal Ulama’ kemarin mengatakan “Kita
mendapat bencana karena banyak zina, banyak maksiat, banyak mengumbar
aurat, banyak hubungan yang tidak beres, dan sebagainya dan sebagainya”, yang dimaksudkan adalah kaum artis. Besok pagi baru artis ada yang ngomong, “gara-gara maksiat”, apa maksiatnya? “Itu lho orang-orang yang menjelek-jelekkan artis”. Ini yang menjadi sumber bencana “Menyalahkan orang lain, membela diri tidak pada tempatnya”.
Maka, “MARI KITA ISI HIDUP
INI DENGAN YANG BERMANFAAT, JADILAH MANUSIA YANG BERMANFAAT, JANGAN
HANYA PANDAI MEMANFAATKAN DAN JANGAN SAMPAI HANYA DIMANFAATKAN”.
Pesan saya kepada kalian, sama halnya saya berpesan kepada anak kandung saya sendiri meskipun bukan saya yang mengandung, “JANGAN SAMPAI KAMU TIDAK MEMPUNYAI KEUNGGULAN YANG DIANDALKAN”. Keunggulan
yang baik-baik, bukan seperti: keunggulan saya adalah ngebut di
jalanan, nongkrong di tepi jalan, dan sebagainya diteruskan sendirilah. “BERSYUKURLAH KAMU MENJADI SANTRI”.
Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.
Kyai-kyai kita, guru-guru kita selalu mengharapkan dan mendoakan kita
menjadi orang yang alim dan sholeh, mempunyai peradaban sendiri, merubah
keadaan yang kacau ini menjadi baik. Dalam bahasa Ustadz Syukri “Kita
punya peradaban sendiri, kita ini perang peradaban dengan orang luar
(non muslim), maka pandai-pandailah kamu mempantas-pantaskan dirimu
sebagai santri, sebagai ustadz, sebagai alumni Gontor. Pantas pola
fikirnya, sikapnya dan tingkah lakunya”.