Senin, 30 Januari 2012

TETESAN AIR

Dalam daur air, jutaan meter kubik air dapat terangkut dari laut ke atmosfer, dan kemudian kembali ke daratan. Kehidupan bergantung pada daur raksasa air ini. Jika kita berusaha mengendalikannya, kita tak akan mampu. Tak menjadi soal, sehebat apa pun semua teknologi di dunia yang kita kerahkan untuk itu. Melalui penguapan air di bumi, kita mendapatkan air, sumber pertama dan utama kehidupan, secara gratis dan mudah. Setiap tahun, kurang lebih 45 juta meter kubik air menguap dari lautan. Air yang menguap ini terbawa oleh angin melintasi daratan dalam bentuk awan. Dalam wujud hujan, setiap tahunnya sekitar 3-4 juta meter kubik air dipindahkan dari laut ke daratan, dan akhirnya sampai ke kita. Singkatnya, air dikirim ke kita dengan cara yang teramat istimewa.

BERKAT GAYA HAMBAT

Hujan turun ke bumi dalam ukuran dan perhitungan yang tepat dalam berbagai halnya. Yang pertama adalah kecepatan jatuhnya air hujan. Saat dijatuhkan dari ketinggian 1.200 meter, sebuah benda berbobot dan berukuran sama dengan setetes air hujan akan terus-menerus mengalami percepatan (peningkatan kecepatan). Akhirnya, benda ini jatuh menumbuk permukaan bumi pada kecepatan 558 km/jam. Tapi anehnya, kecepatan rata-rata butiran air hujan hanyalah 8-10 km/jam; atau sekitar 60-70 kali lebih lambat.

Mengapa demikian? Penjelasannya terletak pada bentuk khusus dan istimewa dari butiran air hujan (untuk penjelasan selengkapnya tentang bentuk air hujan, silakan membaca kolom Editorial di halaman muka). Bentuk butiran air hujan meningkatkan pengaruh gesekan molekul udara terhadapnya. Akibatnya, air hujan mengalami gaya hambat yang berlawanan dengan arah jatuhnya, sehingga memperlambat kecepatannya menumbuk bumi. Apakah ini ada untungnya bagi kita? Lanjutkan membaca tulisan di bawah ini, dan cermati perhitungan dan angka yang ada. Akan dapat Anda bayangkan bencana yang bakal muncul di bumi andai butiran air hujan tidak berbentuk sama dengan yang ada sekarang, atau jika atmosfer tidak memiliki gaya hambat terhadapnya.

Awan sedikitnya berketinggian 1.200 m. Dampak yang ditimbulkan sebutir air hujan yang jatuh dari ketinggian tersebut setara dengan sebuah benda seberat 1 kg yang dijatuhkan dari ketinggian 15 cm. Ada pula awan hujan berketinggian 10.000 m. Dengan ketinggian ini, jatuhnya sebutir air hujan berakibat setara dengan jatuhnya suatu benda berbobot 1 kg dari ketinggian 110 cm. Apa yang Anda rasakan jika tubuh, rumah atau kendaraan Anda tertimpa benda seperti ini?


Daur air dari bumi ke atmosfer, dan kembali ke bumi lagi, begitu seterusnya. 

Menurut perkiraan, setiap detik sekitar 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini sama dengan jumlah air yang turun ke bumi dalam setiap detiknya. Dalam satu tahun, angka ini mencapai sekitar 505.000.000.000.000 (505 triliun) ton air. Demikianlah, air terus-menerus mengalami daur secara seimbang menurut perhitungan tertentu, dan dikirim ke bumi dengan cara yang paling tidak berbahaya bagi kehidupan. Jumlah 505 triliun ton air sungguh sangat besar. Bayangkan jika air sejumlah ini ditumpahkan ke bumi begitu saja dalam satu waktu, di tempat yang acak, dan tidak diturunkan merata berupa hujan yang meliputi wilayah luas dalam rentang musim tertentu?

NAIK DULU SEBELUM TURUN

Penemuan radar cuaca telah memungkinkan pengetahuan tentang tahap-tahap pembentukan hujan. Pembentukan hujan terjadi dalam tiga tahap. Pertama adalah pembentukan angin; kedua, pembentukan awan; dan ketiga, pembentukan butiran air hujan.

Tahap pertama: akibat pergerakan air laut – misalnya ombak, riak dan pusaran – permukaan air laut senantiasa berbusa atau berbuih. Buih ini membentuk gelembung udara berjumlah tak terhitung, yang terus-menerus pecah dan melepaskan banyak butiran kecil air laut ke udara. Butiran yang kaya garam ini lalu diterbangkan angin dan naik hingga ke atmosfer. Butiran-butiran ini dinamakan aerosol, dan berperan menangkap uap air di udara. Aerosol membentuk awan yang terdiri dari butiran air dengan cara menangkap dan mengumpulkan uap air tersebut, yang menguap naik ke atas dalam bentuk butiran-butiran air teramat kecil.

Tahap kedua: awan terbentuk dari uap air yang mengumpul dan melingkupi butiran-butiran garam atau debu (sebagaimana disebut di tahap I). Karena ukuran butiran air pada awan ini sangatlah kecil (dengan garis tengah 0,01-0,02 mm), awan tersebut melayang dan terhampar di udara. Akibatnya, langit tertutupi oleh hamparan awan.

Tahap ketiga: butiran-butiran air yang melingkupi partikel-partikel garam dan debu menjadi semakin tebal dan jenuh. Akhirnya terbentuklah butiran-butiran air hujan. Tatkala menjadi semakin berat daripada udara atmosfer, butiran-butiran air hujan ini meninggalkan awan dan turun ke bumi sebagai hujan.

Inilah sekelumit tentang turunnya air hujan. Adakah peran manusia dalam daur air ini? Tidak ada sama sekali. Allahlah yang telah merancang daur air, yang dengannya kehidupan dapat berlangsung di bumi. Al Qur’an mengingatkan kita tentang air, tanda kekuasaan Allah dan nikmat yang wajib disyukuri manusia.

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (QS. Al Waaqi’ah, 56:68-70)

PUPUK DARI LANGIT
Selain menyirami bumi, air hujan juga berperan menyuburkan tanah.

Butiran air hujan yang membentuk awan, yang berasal dari penguapan air laut, mengandung bahan-bahan “pemberi kehidupan” yang berwujud butiran-butiran mikro, dan disebut sebagai “butiran tegangan permukaan”. Butiran tegangan permukaan terbentuk di lapisan tipis bagian paling atas permukaan air laut. Lapisan berukuran kurang dari sepersepuluh milimeter ini dinamakan lapisan mikro oleh para ahli biologi. Pada lapisan ini terdapat banyak sisa-sisa bahan organik dari sampah yang dihasilkan oleh ganggang renik dan zooplankton. Sebagian bahan sisa ini mampu memilah, mengumpulkan dan mengikat sejumlah unsur langka dalam air laut – seperti fosfor, magnesium, potasium – dan sejumlah logam berat – seperti tembaga, seng, kobal dan timbal. Proses ini menghasilkan butiran-butiran tegangan permukaan yang kaya akan zat penyubur tanah atau “pupuk”. Butiran ini selanjutnya terangkat ke langit oleh angin, dan beberapa saat kemudian terperangkap dalam tetesan air hujan yang mengenainya. Hujan lalu membawa butiran kaya pupuk ini ke tanah. Benih dan tumbuhan di bumi mendapatkan garam-garam logam dan unsur penting bagi pertumbuhannya dari butiran air hujan ini.

Garam mineral yang jatuh bersama air hujan adalah sejumlah kecil pupuk yang umum dipakai (kalsium, magnesium, potasium, dll.) untuk menyuburkan tanah. Sebaliknya, logam berat yang didapatkan dari butiran-butiran yang berasal dari permukaan air laut ini merupakan unsur lain yang meningkatkan kesuburan dalam perkembangan dan produksi tumbuhan.

Singkatnya, air hujan merupakan sumber pupuk penting. Tanah gersang mampu mendapatkan seluruh unsur penting bagi tumbuhan dalam waktu seratus tahun, hanya dengan pupuk yang dibawa bersama jatuhnya air hujan. Hutan juga tumbuh berkembang dan mendapatkan zat-zat makanan dengan bantuan butiran-butiran dari laut ini.

Dengan cara ini, sekitar 150 juta ton pupuk jatuh ke seluruh permukaan tanah yang ada setiap tahunnya. Jika tak ada pemupukan alamiah seperti ini, akan ada sangat sedikit tumbuhan di bumi, dan keseimbangan ekologis akan terganggu.

Taruhlah harga ‘pupuk dari langit’ ini Rp. 1000,- per kg, ongkos kirim Rp. 100,- per kg, ongkos penaburan ke permukaan bumi Rp. 50,- per kg. Maka seandainya kita harus membayar pengiriman pupuk ini, akan dibutuhkan uang Rp. 172,5 miliar per tahun untuk membiayainya. Atau sekitara Rp 17,3 triliun untuk mengubah tanah gersang dalam waktu 100 tahun menjadi subur.

Betapa baiknya Allah yang tidak hanya memberikan air gratis, tapi juga menurunkan ‘pupuk dari langit’ secara cuma-cuma. Mahasuci Allah, Tuhan Yang Maha Pemurah.


0 komentar:

Posting Komentar